BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva
merupakan bagian mata yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian belakang.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian1, yaitu:
-
Konjungtiva tarsal, merupakan
bagian belakang palpebra yang ditutupi selaput lendir atau membran tarsus.
Konjungtiva tarsal hanya dapat dilihat dengan melakukan eversi kelopak.
-
Konjungtiva fornises
atau forniks konjungtiva, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
-
Konjungtiva bulbi,
merupakan membran halus yang menutupi permukaan anterior sklera.
Bermacam-macam
obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva mengandung kelenjar
musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata,
terutama kornea1.
Pada
konjungtiva terdapat beberapa pembuluh darah1, yaitu:
-
a.konjungtiva
posterior, yang memperdarahi konjungtiva bulbi
-
a.siliar anterior atau
episklera, yang memberikan cabang:
o a.episklera
masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior longus bergabung
membentuk a.sirkular mayor atau pleksus siliar, yang akan memperdarahi iris dan
badan siliar.
o a.perikornea,
yang memperdarahi kornea.
o a.episklera
yang terletak di atas sklera, merupakan bagian arteri siliar anterior yang
memberikan perdarahan ke dalam bola mata.
Bila
terjadi pelebaran pembuluh-pembuluh darah di atas, maka akan terjadi mata
merah.
2.2 Definisi dan Klasifikasi Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis
merupakan inflamasi/peradangan konjungtiva yang biasanya memiliki ciri
hiperemia konjungtiva dan discharge okular2,3, sedangkan konjungtivitis
alergi sendiri adalah peradangan konjungtiva yang merupakan bentuk dari reaksi
akut yang diperantarai IgE terhadap alergen3. Konjungtivitis alergi
ini diklasifikasikan menjadi3 :
a. Keratokonjungtivitis
atopik (atopic keratoconjunctivitis)
Inflamasi
mata eksternal kronik yang berat, yang berhubungan dengan dermatitis atopik, atopic keratoconjunctivitis (AKC) dapat
muncul secara lambat pada usia remaja dan terus berlangsung hinggan 4-5 dekade,
dimana pada waktu tertentu penyakit ini mungkin muncul kembali secara spontan.
b. Konjungtivitis
alergi sederhana (simple alergic
conjunctivitis)
Muncul
sebagai akibat dari paparan beberapa jenis alergen, konjungtivitis alergi
sederhana sering muncul akibat paparan obat mata atau lensa kontak
c. Konjungtivitis
musiman (seasonal conjunctivitis)
Muncul berulang, biasanya bersifat sementara,
dan self limiting. Kondisi ini biasanya terjadi akibat paparan serbuk
sari, bulu binatang, debu, atau spora jamur.
d. Konjungtivitis
vernal (vernal conjunctivitis)
Merupakan
inflamasi konjungtiva berat yang dapat menyebabkan komplikasi kornea. Mayoritas
pasien yang mengalami konjungtivitis ini adalah laki-laki usia di bawah 20
tahun. Durasi rata-rata konjungtivitis vernal adalah 4 tahun, dan kebanyakan
pasien semakin memburuk kondisinya pada usia 30 tahun. Konjungtivitis ini
biasanya banyak pada iklim yang panas dan kering. Pada daerah yang memilik 4
musim, konjungtivitis vernal muncul berdasarkan musim, dengan gejala yang
meningkat pada musim semi dan menurun pada musim dingin.
e. Konjungtivitis
papilar raksasa (giant papillary
conjunctivitis)
Kebanyakan dari
konjungtivitis tipe ini berkaitan dengan pemakaian lensa kontak. Giant papillary conjunctivitis (GPC)
sering dilaporkan terjadi pada pasien yang memakai kontak lensa, mata prostesa,
atau paparan jarum jahit yang kontak dengan konjungtiva.
2.3 Patofisiologi Konjungtivitis alergi
Perubahan
struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan
IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang
dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan
pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan
menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan
sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada
konjungtiva tarsal pavement
like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak
jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalamkasus yang berat akan
disertai keratitis serta erosi epitel kornea4,5,6.
2.4 Tanda dan Gejala3,5,7
|
Keratokonjungtivitis
atopik
|
Konjungtivitis alergi
sederhana
|
Konjungtivitis musiman
|
Konjungtivitis vernal
|
Konjungtivitis papilar
raksasa
|
Predileksi
|
Bilateral
|
Unilateral/ bilateral
|
Bilateral
|
Bilateral (berat)
|
Bilateral (ringan)
|
Hiperemia
|
+
|
+
(ringan s.d berat)
|
+
(ringan s.d sedang)
|
+
|
+
(ringan)
|
Kemosis
|
+
|
+
|
+
|
-
|
-
|
Gatal
|
+++
|
++
|
+++
|
+++
|
++
|
Epifora
|
-
|
+
|
++
|
-
|
-
|
Discharge mukus
|
+
|
-
|
++
|
+++
|
+
|
Papil
|
-
|
-
|
+
|
+
(giant papil di konjungtiva tarsal superior)
|
+
(hipertrofi papil di konjungtiva tarsal superior)
|
Tranta’s dots
|
-
|
-
|
-
|
+
|
_
|
2.5 Pemeriksaan dan Diagnosis
Diperlukan
riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada
gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang
paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata,
yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia3.
Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan
eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal harus mencakup
elemen berikut ini:5
o
Limfadenopati
regional, terutama sekali preaurikuler
o
Kulit: tanda-tanda
rosacea, eksema, seborrhea
o
Kelainan kelopak mata
dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi, kelemahan, ulserasi,
nodul, ekimosis, keganasan
o
Konjungtiva: bentuk
injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan sikatrikal,
simblepharon, massa, sekret
Slit-lamp
biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:5
o Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, nodul atau
vesikel, sisa kulit berwarna darah, keratinisasi
o Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu dan kutu
o Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, sekret
o Konjungtiva tarsal dan forniks
o Adanya papila, folikel dan ukurannya
a. Perubahan sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon
b. Membran dan psudomembran
c. Ulserasi
d. Perdarahan
e. Benda asing
f.
Massa
g. Kelemahan palpebra
o Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan,
papila, ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi
o Kornea
a. Defek epitelial
b. Keratopati punctata dan keratitis dendritik
c. Filamen
d. Ulserasi
e. Infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten
f.
Vaskularisasi
g. Keratik presipitat
o
Bilik mata depan:
rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi
o
Corak pewarnaan: konjungtiva
dan kornea
Berikut
alur diagnosis untuk konjungtivitis alergi:
2.6 Diagnosis Banding3,5,7
Konjungtivitis
Virus
|
Konjungtivitis
Bakteri
|
Konjungtivitis
Alergi
|
Konjungtivitis
Toksik
|
|
Gatal
|
-
|
-
|
++
|
-
|
Mata merah
|
+
|
++
|
+
|
+
|
Hemoragi
|
+
|
+
|
-
|
-
|
Sekret
|
Serous mucous
|
Purulen, kuning, krusta
|
Viscus
|
-
|
Kemosis
|
±
|
++
|
++
|
±
|
Lakrimasi
|
++
|
+
|
+
|
±
|
Folikel
|
+
|
-
|
+
|
±
|
Papil
|
-
|
+
|
+
|
-
|
Pseudomembran
|
±
|
±
|
-
|
-
|
Pembesaran kelenjar limfe
|
++
|
+
|
-
|
-
|
Panus
|
-
|
-
|
-
|
±
|
Bersamaan dengan keratitis
|
±
|
±
|
-
|
±
|
Demam
|
±
|
±
|
-
|
-
|
Sitologi
|
Granulosit
|
Limposit, monosit
|
Eosinofil
|
Sel epitel, granulosit
|
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konjungtivitis alergi berdasarkan
indentifikasi dari antigen spesifik dan eliminasi patogen spesifik, dalam
praktek nya, dan penggunaan obat yang menurunkan atau memediasi respom imun.
Penggunaan terapi pendukung, termasuk kompres dingin dapat meredakan gejala. Penyakit
ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek
untuk meredakan gejala lainnya (contohnya: edema, dilatasi kapiler, dan proliferasi
fibroblast)3.
Umumnya kebanyakan
konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti ringan sampai ada kegagalan
terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai
sedang biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva
papiler yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat
mempunyai giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan
perisai (steril) ulkus kornea.3
a.
Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik
dengan rasa gatal, berair, mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap
tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan kompres dingin. Air mata
artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan mediator peradangan yang
mungkin ada pada permukaan okuler3,5.
b.
Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik
dengan rasa gatal, berair dan mata merah yang timbul musiman dan berespon
terhadap antihistamin topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan
antihistamin oral jangka pendek mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah
degranulasi sel mast; contoh yang paling sering dipakai termasuk sodium
kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat yang
meredakan rasa gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia
dalam bentuk kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang
mempunyai masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal
antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh
darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva.
Topikal NSAID juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan
tambahan efek anti-peradangan3,5.
c.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan
kemunculan gejala menahun dan dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat
dari penyakit sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi
yang agresif yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis harus
dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan
bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal
NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan
intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti
loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin
topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan
sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai
terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal3,5.
2.8 Komplikasi
Komplikasi pada
penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder7.
2.9 Prognosis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer
sedang yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh
lain, kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat
dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan3,7.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika
bila penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma,
katarak maupun ablasi retina5.
Komentar
Posting Komentar