Ulama kaya raya? Kenapa tidak?
Alkisah
Ada seorang kyai membeli mobil mewah seharga hampir 750 jt. Padahal, dirumahnya sudah ada mobil yang juga cukup mahal, kira-kira seharga 500 jt-an. Dipakailah mobil mewah itu untuk pengajian.
Suatu ketika ada seorang tamu datang ke kediaman Kyai bersilaturahim.
Melihat dua mobil mewah terparkir di depan rumah, si tamu pun tak betah menahan tanya :
"Mohon maaf Kyai...
itu mobil mewah punya Kyai..?"
"Ya....
itu mobil saya.
Kenapa..?"
Tanya balik Kyai.
"Enggak apa-apa, Kyai..
Ngomong-ngomong harganya berapa, kok keren banget?”
Si tamu makin kepo.
Kyai pun menjawab :
"Ah itu mobil murah,
Cuma Rp. 735 jt”
Mendengar jawaban sang kyai, tamu pun tercengang. Mungkin benaknya memberontak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya : ("Mana mungkin seorang kiai yang kesibukanya mengajar di pesantren mampu membeli mobil dengan harga fantastis..?!") Entah apa yang dipikirkan, si tamu tiba-tiba memberanikan diri untuk menegur sang kiai. : "Mohon maaf, kyai.. Anda ini seorang kyai kenapa Anda mengajarkan kepada santri untuk cinta dengan duniawi..?”
"Kok bisa..?!” Sahut Kyai
"Ya jelas... karena Kyai membeli mobil mewah, Padahal sudah punya mobil mahal.” jawab tamu.
Padahal sudah punya mobil mahal.” jawab tamu. Kyai-pun menanggapinya dengan dingin : "Kalau orang melihat saya beli mobil, Lalu mereka ingin seperti saya?"
"Kenapa kalau saya shalat malam orang tidak ingin seperti saya..?!"
"Kalau saya dzikir malam
kenapa mereka tak ingin seperti saya..?!"
"Kalau saya rutin shalat dluha
kenapa mereka tak ingin seperti saya..?!"
"Kalau saya berbuat baik
kenapa orang tak ingin berbuat baik seperti saya..?!”"
Mendengar jawaban sang kiai, si tamu pun terdiam.
Tampak merenung dengan apa yang disampaikan oleh Kyai.
Ia-pun tersadar bahwa dirinya terkena wabah iri terhadap hal-hal duniawi, bukan iri terhadap hal-hal ukhrawi. Sesungguhnya cinta dunia tidak diukur dari seberapa besar harta yang dimiliki. Zuhud seseorang bergantung pada sikap batinnya. Seseorang yang memiliki kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, Meski tampak tak punya harta sama sekali, itu sudah termasuk masuk cinta dunia
(hubbud dunya).
"Mohon maaf Kyai...
itu mobil mewah punya Kyai..?"
"Ya....
itu mobil saya.
Kenapa..?"
Tanya balik Kyai.
"Enggak apa-apa, Kyai..
Ngomong-ngomong harganya berapa, kok keren banget?”
Si tamu makin kepo.
Kyai pun menjawab :
"Ah itu mobil murah,
Cuma Rp. 735 jt”
Mendengar jawaban sang kyai, tamu pun tercengang. Mungkin benaknya memberontak, tak percaya dengan apa yang dilihatnya : ("Mana mungkin seorang kiai yang kesibukanya mengajar di pesantren mampu membeli mobil dengan harga fantastis..?!") Entah apa yang dipikirkan, si tamu tiba-tiba memberanikan diri untuk menegur sang kiai. : "Mohon maaf, kyai.. Anda ini seorang kyai kenapa Anda mengajarkan kepada santri untuk cinta dengan duniawi..?”
"Kok bisa..?!” Sahut Kyai
"Ya jelas... karena Kyai membeli mobil mewah, Padahal sudah punya mobil mahal.” jawab tamu.
Padahal sudah punya mobil mahal.” jawab tamu. Kyai-pun menanggapinya dengan dingin : "Kalau orang melihat saya beli mobil, Lalu mereka ingin seperti saya?"
"Kenapa kalau saya shalat malam orang tidak ingin seperti saya..?!"
"Kalau saya dzikir malam
kenapa mereka tak ingin seperti saya..?!"
"Kalau saya rutin shalat dluha
kenapa mereka tak ingin seperti saya..?!"
"Kalau saya berbuat baik
kenapa orang tak ingin berbuat baik seperti saya..?!”"
Mendengar jawaban sang kiai, si tamu pun terdiam.
Tampak merenung dengan apa yang disampaikan oleh Kyai.
Ia-pun tersadar bahwa dirinya terkena wabah iri terhadap hal-hal duniawi, bukan iri terhadap hal-hal ukhrawi. Sesungguhnya cinta dunia tidak diukur dari seberapa besar harta yang dimiliki. Zuhud seseorang bergantung pada sikap batinnya. Seseorang yang memiliki kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, Meski tampak tak punya harta sama sekali, itu sudah termasuk masuk cinta dunia
(hubbud dunya).
Komentar
Posting Komentar